Tuesday, December 17, 2013

Sejarah Kebudayaan Islam "History of Islamic Culture"

History of Islamic Culture

Makalah
“ Sejarah Kebudayaan Islam “
Disusun
O
L
E
H
                                                     Gresik,22 November 2013








Kata Pengantar
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai Sejarah Kebudayaan Islam. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya. 

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian. 


                                                              Penyusun

                                                               Kelompok 3

















                                                         Daftar Isi
A.           Masyarakat Madinah Pra Islam
Kepercayaan Masyarakat Madinah Pra Islam……………………………………     1
Kondisi Msyarakat Madinah Pra Islam………………………………………………………………………....            2
Suku-Suku Terkemuka Di Madinah………………………………………………………………………….            3
B.            Hijrah Ke Madinah
Langkah-Langkah Dakwah Nabi Muhammad…………………………………………………………………………        5
C.           Respon Masyarakat Madinah Terhadap Nabi
Perang Badar………………………………………………………………………………………            8
Perang Uhud ……………………………………………………………………………………………    8
Perang Khandaq……………………………………………………………………………………          10
Perdamaian Hudaibiyah………………………………………………………………………………..    11
D.           Fathul Makkah Kemenangan Umat Islam
Motivasi Fathu Makkah……………………………………………………………………………………           13
Haji Wada’…………………………………………………………………….………….            14









2. Sejarah Nabi Muhammad Periode Madinah
       A . Masyarakat Madinah Pra Islam
Sebelum kedatangan Islam ke kota Yatsrib (Madinah), masyarakatnya telah memiliki agama dan kepercayaan. Agama yang dianut sebagian masyarakat kota ini adalah agama Yahudi dan Nasrani, selain agama pagan. Agama pagan adalah kepercayaan kepada benda-benda, dan kekuatan-kekuatan alam, seperti matahari, bintang-bintang, bulan, dan sebagainya.
Agama Yahudi masuk ke kota Yatsrib berbarengan dengan masuknya para imigran dari wilayah utara sekitar abad ke-1 dan ke-2 M. Mereka pindah ke Yatsrib untuk melepaskan diri dari penjajahan bangsa Romawi. Migrasi pertama diikuti oleh gelombang perpindahan besar pada tahun 132 - 135 M, ketika pemerintahan Romawi menindak keras bangsa Yahudi yang mencoba melakukan pemberontakan. Di antara suku-suku bangsa yang menganut agama Yahudi adalah Bani Qainuqa, Bani Nadhir, Bani Gathfan, Bani Quraidlah. Mereka inilah yang mempertahankan kepercayaannya hingga Islam datang. Bahkan banyak di antara mereka yang bersekutu dengan para penguasa Quraisy untuk mengusir dan membunuh Nabi Muhammad saw. serta menggagalkan perjuangan umat Islam.
Sementara penganut agama Nasrani merupakan kelompok minoritas. Mereka berasal dari kelompok Bani Najran. Masyarakat Bani Najran memeluk Kristen pada tahun 343 M ketika kelompok missionaris Kristen dikirim oleh Kaisar Romawi untuk menyebarkan agama Nasrani di wilayah itu.


Selain penganut agama Yahudi dan Nasrani, terdapat pula para penganut agama primitif yang menyembah kekuatan-kekuatan alam. Mereka tidak banyak, tetapi keberadaan mereka merupakan sesuatu yang tidak dapat dipungkiri. Mereka hidup sesuai dengan tradisi yang telah diwariskan oleh nenek moyang dengan menjalankan praktik peribadatan yang tidak bersesuaian dengan agama monotheisme atau agama tauhid. Karena itu, tak jarang di antara mereka terjadi keributan, terutama antara mereka dengan masyarakat yang menganut agama Yahudi. Para penganut agama ini berkeyakinan bahwa mereka adalah manusia yang dipilih Tuhan sehingga merasa diri mereka paling benar dan mengejek kelompok lain. Keadaan ini berlangsung cukup lama hingga kedatangan dan perkembangan Islam di kota Yatsrib (Madinah).





Sebelum kedatangan agama Islam, Madinah bernama Yatsrib. Kota ini merupakan salah satu kota terbesar di propinsi Hijaz. Kota ini merupakan kota strategis dalam jalur perdagangan yang menghubungkan antara kota Yaman di selatan dan Syiria di utara. Selain itu, Yatsrib merupakan daerah subur di Arab yang dijadikan sebagai pusat pertanian. Sebagian besar kehidupan masyarakat kota ini hidup dari bercocok tanam, selain berdagang dan beternak.
Karena letaknya yang strategis dan berlahan subur maka tak heran jika banyak penduduknya yang berasal dari bukan wilayah itu. Hampir bisa dipastikan bahwa sebagian besar dari mereka adalah para pendatang yang bermigrasi dari wilayah utara atau selatan. Pada umumnya mereka pindah ke wilayah ini karena persoalan politik, ekonomi, dan persoalan-persoalan kehidupan lainnya, misalnya bangsa Yahudi dan bangsa Arab Yaman. Kedua bangsa inilah yang mendominasi kehidupan sosial ekonomi dan politik.
Kelompok masyarakat Yahudi yang berdiam di kota Yatsrib kebanyakan berasal dari wilayah utara. Mereka datang ke kota itu secara bergelombang yang dimulai pada abad ke-1 dan ke-2 M. Mereka berusaha menghindar dari kejaran bangsa Romawi yang ingin membunuh dan menghancurkan kehidupan mereka. Pengejaran ini dilakukan karena bangsa Romawi memandang bangsa Yahudi sebagai bangsa pemberontak. Mereka melakukan pemberontakan terhadap kekuasaan bangsa Romawi yang tengah berkuasa saat itu.
Sementara bangsa Arab datang ke Yatsrib karena negerinya dilanda bencana alam, berupa hancurnya bendungan Ma'arib yang dibangun sejak masa ratu Balqis ketika kerajaan Saba masih berjaya. Selain persoalan itu, alasan kepindahan bangsa Arab selatan ini ke Yatsrib karena persoalan konflik politik yang berkepanjangan yang melanda negara dan bangsa mereka. Dua suku besar yang berhasil masuk dan menetap di Yatsrib adalah suku 'Aus dan Khazraj.
Kedatangan bangsa Arab Yaman ke Yatsrib diperkirakan terjadi pada tahun 300 M. Mereka juga berdatangan secara bergelombang. Gelombang terbesar terjadi pada akhir abad ke-4 M. Kedatangan mereka secara masal ini ternyata mengalahkan jumlah masyarakat Yahudi yang lebih awal menetap di kota itu.
Pada awalnya, kedua suku bangsa ini, yakni Yahudi dan Arab dapat hidup secara berdampingan, saling menghormati satu sama lain dan sebagainya. Namun dalam perkembangan selanjutnya, ketika masyarakat Arab melebihi jumlah penduduk bangsa Yahudi, mulai timbul kecurigaan dan saling ancam. Ketegangan ini berawal dari sikap bangsa Yahudi yang sangat sombong. Mereka menyombongkan diri sebagai manusia pilihan Tuhan karena dari suku mereka banyak diutus para nabi dan rasul. Selain itu, mereka adalah pengaut agama tauhid, sementara masyarakat Arab adalah penyembah berhala.


Apabila timbul konflik di antara mereka, dua kelompok sosial ini, orang Yahudi selalu berkata dengan nada ancaman, "Kehadiran seorang Nabi yang akan diutus sudah dekat. Dia akan memimpin kami untuk membunuh kalian." Para pendeta jika ditanya tentang kedatangan Nabi mereka selalu menunjuk ke Yaman. Isyarat itu bagi penduduk Yatsrib bukan negeri Yaman, melainkan kota Mekkah. Oleh sebab itu, ketika orang Yatsrib mendengar ada seseorang di Mekkah yang mengaku dirinya sebagai Nabi, mereka membuka telinganya lebar-lebar untuk mencari informasi mengenai kebenaran berita tersebut. Ketika musim haji tiba, mereka mengutus para pemuda untuk datang dan menyelidiki kebenaran itu. Hasilnya, ternyata berita yang disebarkan buru-buru mendatangi Nabi Muhammad saw. yang kemudian menghasilkan dua perjanjian, yaitu Perjanjian Aqabah 1 dan Perjanjian Aqabah II. Dari perjanjian ini kemudian mereka menyusun strategi untuk meminta Nabi datang ke Yatsrib dan mengajak bangsanya memeluk Islam.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa masyarakat Madinah atau Yatsrib sebelum kedatangan agama Islam terbagi menjadi dua golongan besar, yaitu bangsa Yahudi yang datang lebih awal ke Yatsrib dan bangsa Arab Yaman.

 3.Suku-Suku Terkemuka di Madinah
          a. Bani Qainuqa
BANI QAINUQA' disebut juga sebagai Bani Kainuka, Bani Kaynuka, Bani Qaynuqa’ (bahasa Arab: بنو قينقاع) adalah satu di antara tiga suku Yahudi yang tinggal di Yatsrib, sekarang Madinah. Mereka merupakan kumpulan Yahudi yang paling ramai dan paling kuat di kota Yatsrib. Pada tahun 624, mereka diusir oleh Nabi Islam, Muhammad, kerana diketahui melanggar perjanjian yang dikenali sebagai Piagam Madinah.
Pada abad ke-7, Bani Qainuqa’ adalah sebuah suku yang tinggal di dua benteng di bahagian barat daya kota Yatsrib, yang sekarang disebut Madinah, telah menetap di sana sejak waktu yang tidak diketahui. Kedatangan mereka mengikut setengah para Sarjana Barat dari Palestin kerana di Palestine tersebar luas penganut Agama Nasrani.
Meskipun sebahagian besar dari mereka menggunakan nama Arab, tetapi mereka adalah dari etnik asli Yahudi dan beragama Yahudi. Mereka mencari nafkah melalui perdagangan dan kerajinan tangan, termasuk menjadi tukang emas dan tukang besi, serta membuat senjata. Pasar di Yatsrib terletak di tempat dimana bani Qaynuqa’ tinggal. Bani Qaynuqa’ bersekutu dengan sebuah suku arab, Bani Khazraj, dan mendukung mereka melawan Bani Aus.
b. Bani Nadhir
Bani Nadhir atau Banu Nadhir (Bahasa Arab: بنو النظير) merupakan segolongan puak daripada kaum Yahudi yang menetap di kawasan Lembah Hijaz berdekatan kota Madinah sehingga abad ketujuh Masihi. Kawasan perkampungan mereka terletak di Wadi Mudzaineb (di tenggara kota suci Madinah Al Munawwarah. Jarak perkampungan itu terletak kira-kira 3.5 kilometer (2.2 bt) dari Masjid Nabawi dan kira-kira 1 kilometer (0.62 bt) dari Masjid Quba. Kini bekas tapak perkampungan itu sahaja masih tinggal tetapi masyarakat Yahudi Banu Nadhir sudah tiada.
Kota Mekkah, tempat kelahiran Nabi Muhammad saw. adalah sebuah lembah yang tandus. Kondisi alam (geografis) negeri ini berpengaruh besar dalam membentuk sikap dan watak masyarakatnya. Pada umumnya penduduk Mekkah berwatak buruk dan tidak mampu berpikir secara jernih. Sementara itu, Madinah merupakan wilayah pertanian subur yang menghasilkan hasil-hasil pertanian melimpah. Suhu udaranya tidak sepanas di Mekkah. Sebaliknya, masyarakat Madinah berhati lembut, penuh pertimbangan dan cerdas. Jadi, dakwah Islam lebih mudah diterima dalam masyarakat yang seperti itu daripada masyarakat kota Mekkah.
Dalam perjalanan sejarah manusia, hampir seluruh nabi yang diutus Tuhan tidak berkembang di negerinya sendiri bahkan masyarakatnya sendiri tidak menghormatinya. Demikian halnya dengan perjuangan yang dilakukan Nabi Muhammad saw. Di Kota Mekkah, masyarakatnya mencaci maki dan memusuhinya, sebaliknya masyarakat Madinah sangat menanti dan menunggu kedatangan Nabi Muhammad saw.
Para pemuka dan kalangan bangsawan Quraisy Mekkah merupakan penentang Islam yang paling gigih. Menurut mereka kebangkitan Islam identik dengan kehancuran posisi sosial politik mereka. Karena itu, para pembesar Quraisy secara terang-terangan menentang Islam sejak pertama kali agama itu didakwahkan Nabi Muhammad saw. Sementara itu, di Madinah tidak terdapat sistem kepemimpinan bangsawan. Maka dalam lingkungan sosial seperti itu penyebaran Islam lebih sukses dibandingkan di Kota Mekkah. Dari kenyataan seperti itu, Nabi Muhammad saw. memiliki kota Madinah sebagai tempat tujuan hijrah.
Alasan lain Nabi Muhammad saw. dan umat Islam hijrah ke Madinah karena tekanan dan gangguan bahkan ancaman masyarakat Quraisy terhadap dirinya dan umat Islam semakin menjadi. Beliau memerintahkan para sahabatnya terlebih dahulu untuk pergi ke Madinah. Ketika kaum musyrikin Mekkah mendengar rencana tersebut, mereka sangat marah dan berusaha merencanakan pembunuhan terhadap Nabi. Berita ancaman itu segera didengar Nabi, lalu ia bersama Abu Bakar dan Ali menunggu perintah Allah. Ketika suasana semakin kritis, turunlah perintah Allah yang memerintahkan Nabi-Nya hijrah ke Madinah.


Atas berbagai pertimbangan di atas, Nabi Muhammad saw. menempuh jalan hijrah sebagai alternatif perjuangan untuk menegakkan ajaran Islam. Diceritakan bahwa pada suatu petang menjelang hijrah, Nabi Muhammad saw. bersama Abu Bakar tidur di lantai, sementara Ali menempati tempat tidur Nabi Muhammad saw. Kemudian pada tengah malam Nabi bersama Abu Bakar berangkat meninggalkan Mekkah tanpa sepengetahuan masyarakat Quraisy. Ketika mereka mengepung rumah Nabi dengan tujuan untuk membunuhnya, mereka sangat kecewa karena hanya menemukan Ali yang sedang tidur di ranjang Nabi. Mereka kemudian mengejar Nabi, tapi tidak ketemu karena Nabi dan Abu Bakar bersembunyi di Gua Tsur. Setelah situasi aman, Nabi dan Abu Bakar melanjutkan perjalanan dan akhirnya tiba di kota Madinah dengan selamat pada hari Jumat tanggal 16 Rabbiul Awal bertepatan dengan tanggal 8 Juni tahun 622 M. Selang tiga hari kemudian, Ali menyusul mereka.
Kehadiran Nabi Muhammad saw. dan umat Islam di kota Madinah menandai jaman baru bagi perjalanan dakwah Islam. Umat Islam di kota Madinah tidak lagi mendapat gangguan dari masyarakat kafir Quraisy, karena mereka mendapat perlindungan dari penduduk Madinah yang muslim.
1)   Langkah-Langkah Dakwah Nabi Muhammad di Madinah
Adapun langkah-langkah Nabi Muhammad saw. ketika tiba di Madinah adalah sebagai berikut:

1. Membangun Masjid

Langkah pertama yang dilakukan Nabi Muhammad saw. setibanya di Madinah adalah membangun masjid. Masjid pertama dibangunnya di Quba pada sebuah tanah milik kedua anak yatim, yaitu Sahl dan Suhail. Tanah tersebut dibeli oleh Nabi selain untuk pembangunan masjid, juga untuk tempat tinggal. Masjid inilah yang dikenal kemudian dengan nama Masjid Nabawi.
Masjid yang dibangun tersebut tidak hanya berfungsi sebagai tempat melaksanakan ibadah sholat, juga dipergunakan sebagai pusat kegiatan pendidikan dan pengajaran keagamaan, mengadili berbagai perkara yang muncul di masyarakat, musyawarah, pertemuan-pertemuan dan lain sebagainya. Dengan demikian, masjid juga berfungsi sebagai pusat kegiatan politik dan pemerintahan saat itu.
Dengan dibangunnya masjid ini, umat Islam tidak merasa takut lagi untuk melaksanakan sholat dan kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya. Mereka tidak takut lagi dikejar-kejar oleh orang-orang musyrik dan orang-orang yang tidak suka terhadap Islam. Sejak saat itulah pelaksanaan sholat telah terumuskan dengan baik dan sempurna. Panggilan untuk melaksanakan sholat juga telah dikumandangkan. Orang yang pertama kali mengumandangkan panggilan sholat atau azan adalah Bilal bin Rabah. Dia diberi kepercayaan untuk melaksanakan azan karena memiliki suara yang sangat bagus dan merdu. Dari hari ke hari masjid Madinah menjadi ramai karena terus didatangi oleh para jamaah yang akan melaksanakan sholat berjamaah bersama Nabi Muhammad saw.
Berdirinya masjid tersebut bukan saja merupakan tonggak berdirinya masyarakat Islam, juga merupakan titik awal pembangunan kota. Jalan-jalan raya di sekitar masjid dengan sendirinya tertata rapi, sehingga lama-kelamaan tempat itu menjadi pusat kota dan pusat perdagangan serta pemukiman. Nabi Muhammad saw. sendiri sangat besar perhatiannya terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pembangunan sarana jalan dan jembatan. Beliau bersama-sama umat Islam membangun jembatan-jembatan yang menghubungkan antara satu lembah dengan lembah yang lain sehingga masyarakat setempat dapat berhubungan dengan masyarakat lainnya.


2. Menciptakan Persaudaraan Baru

Sejak kedatangan Nabi Muhammad saw. di Madinah, beliau selalu melakukan langkah-langkah positif demi perbaikan kehidupan masyarakat muslim Madinah khususnya dan masyarakat non muslim pada umumnya sehingga tercipta suasana aman dan damai. Langkah konkret lain yang dilakukan Nabi Muhammad saw. adalah menciptakan persaudaraan baru antara kaum muslimin yang berasal dari Mekkah (kaum Muhajirin) dengan umat Islam Madinah (kaum Anshar). Langkah tersebut dilakukan untuk memperkuat barisan umat Islam di kota Madinah.
Untuk mencapai maksud tersebut, Nabi Muhammad saw. mengajak kaum muslimin supaya masing-masing bersaudara demi Allah. Nabi Muhammad saw. sendiri bersaudara dengan Ali ibnu Abi Thalib, Hamzah ibnu Abdul Mutholib bersaudara dengan Zaid, Abu Bakar bersaudara dengan Kharijah ibnu Zaid, Umar ibnu Khattab dengan 'Ithbah ibnu Malik al-Khazraji dan Ja'far ibnu Abi Thalib dengan Mu'adz ibnu Jabal. Muhajirin lainnya dipersaudarakan dengan kaum Anshar yang lain.
Dengan persaudaraan ini, Rasulullah telah menciptakan suatu persaudaraan baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama yang menggantikan persaudaraan yang berdasarkan darah. Dalam persaudaraan seperti ini, kaum Anshar memperlihatkan sikap sopan dan ramah dengan saudara mereka kaum Muhajirin. Kaum Anshar turut merasakan kepedihan dan penderitaan yang dialami saudara-saudara mereka dari kota Mekkah tersebut, karena mereka datang ke Madinah tanpa membawa harta kekayaan, sanak saudara, dan sebagainya. Sehingga mereka benar-benar menderita dan memerlukan pertolongan.
Sejak terciptanya tali persaudaraan di antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar, suasana semakin damai dan aman karena kaum Muhajirin kemudian banyak yang telah melakukan kegiatan perdagangan dan pertanian. Di antaranya adalah Abdurrahman bin 'Auf menjadi pedagang dan Abu Bakar, Umar, dan Ali menjadi petani. Nabi selalu menganjurkan kepada umat Islam untuk bekerja keras dalam mencari nafkah yang halal demi kehidupan mereka di Madinah.

3. Perjanjian Dengan Masyarakat Yahudi Madinah

Langkah selanjutnya yang dilakukan Nabi Muhammad saw. adalah bermusyawarah dengan para sahabat, baik Muhajirin maupun Anshar unuk merumuskan pokok-pokok pemikiran yang akan dijadikan undang-undang. Rancangan ini memuat aturan yang berkenaan dengan orang-orang Muhajirin, Anshar, dan masyarakat Yahudi yang sedia hidup berdampingan secara damai dengan umat Islam. Undang-undang ini kemudian dikenal sebagai sebuah Piagam Madinah yang ditulis pada tahun 623 M atau tahun ke-2 H.

Di antara butir-butir perjanjian itu adalah sebagai berikut:
  1. Kaum Muslimin dan kaum Yahudi hidup secara damai, bebas memeluk dan menjalankan ajaran agamanya masing-masing.
  2. Apabila salah satu pihak diperangi musuh, maka mereka wajib membantu pihak yang diserang.
  3. Kaum Muslimin dan Yahudi wajib saling menolong dalam melaksanakan kewajiban untuk kepentingan bersama.
  4. Muhammad Rasulullah adalah pemimpin umum untuk seluruh penduduk Madinah. Bila terjadi perselisihan di antara kaum Muslimin dan kaum Yahudi, maka penyelesaiannya dikembalikan kepada keadilan Nabi Muhammad saw. sebagai pemimpin tertinggi di Madinah.
Dengan diserahkannya semua perselisihan yang tidak terselesaikan secara musyawarah akan diserahkan kepada Nabi Muhammad saw., berarti masyarakat yang dibangun oleh Nabi Muhammad saw. di Madinah sudah dapat dikatakan sebagai sebuah negara, yaitu negara Madinah. Di negara baru ini Nabi Muhammad saw. diangkat secara aklamasi sebagai kepala negara dan diberikan otoritas untuk memimpin dan melaksanakan ketatanegaraan yang telah disepakati bersama.
Piagam Madinah yang telah disepakati bersama itu menjadi titik tolak pembentukan negara yang demokratis, karena di dalam perjanjian tersebut terdapat poin-poin yang memberikan kebebasan kepada para penduduknya, termasuk penduduk yang bukan muslim untuk menjalankan perintah agamanya tanpa mendapat gangguan apapun.
Akan tetapi dalam perkembangan berikutnya, ternyata piagam tersebut tidak dilaksanakan dengan baik oleh orang-orang Yahudi, bahkan mereka melanggar perundang-undangan yang telah disepakati tersebut. Dengan demikian, maka piagam Madinah tidak dapat dilaksanakan dan hanya berlaku beberapa waktu saja.

C. Respon Masyarakat Madinah Terhadap Dakwah Nabi Muhammad
Sejak Nabi Muhammad saw. tinggal menetap di Madinah, beliau terus berusaha menyebarkan ajaran Islam kepada semua penduduk di kota tersebut, termasuk kepada penduduk Yahudi, Nasrani, dan penyembah berhala. Hal ini dilakukan Nabi Muhammad saw. selain karena kewajiban yang harus dilaksanakannya, juga karena ia melihat mayoritas masyarakat Madinah menyambut dengan baik saat beliau dan umat Islam tiba di kota tersebut.
Setiap saat beliau selalu berdakwah kepada penduduk Madinah tanpa mengenal lelah dan tidak mengenal takut, apalagi putus asa. Dakwah yang dilakukannya itu mendapat sambutan beragam, ada yang menerima dan kemudian masuk Islam dan ada pula yang menolak secara diam-diam, misalnya orang-orang Yahudi yang tidak senang dengan kehadiran Nabi Muhammad saw. dan orang Islam. Penolakan ini mereka lakukan secara diam-diam karena tidak berani berterus terang untuk menentang Nabi dan umat Islam yang mayoritas tersebut.
Masyarakat Madinah menyambut baik kedatangan Nabi dan umat Islam di Madinah, terutama kabilah Aus dan Khazraj. Kedua suku Arab tersebut sejak awal telah menyatakan kesetiaannya kepada Nabi dan bersedia membantu beliau dalam menyebarkan ajaran Islam kepada masyarakat Madinah. Hal ini dapat dilihat dari perjanjian Aqabah yang mereka lakukan, baik perjanjian Aqabah pertama maupun perjanjian Aqabah kedua Setelah menerima ajaran Islam, kedua suku yang suka berperang ini akhirnya bersatu di bawah panji Islam. Mereka bersama-sama Rasulullah saw. dan umat Islam lainnya berjuang menegakkan syariat Islam. Mereka rela berkorban nyawa dan harta demi syiar Islam.
Sementara kelompok masyarakat Yahudi Madinah sejak awal memang sudah kurang peduli dengan kedatangan Nabi Muhammad saw. dan umat Islam, karena mereka menduga posisi mereka akan tergeser. Pada awalnya orang Yahudi menerima apa yang terjadi karena untuk alasan keamanan dan politik. Namun sekutu mereka, yaitu Aus dan Khazraj telah memeluk Islam. Kedua suku ini tidak membutuhkan lagi bantuan masyarakat Yahudi, karena telah mendapatkan pimpinan yang ideal buat mereka, yaitu Muhammad saw. Dari sinilah muncul benih-benih permusuhan antara umat Islam dan Yahudi di Madinah. Mereka mulai membujuk orang-orang Arab Aus dan Khazraj yang telah masuk Islam untuk kembali ke agama lama mereka dan mereka kembali bersatu untuk menyerang ajaran-ajaran Islam dengan maksud menghalangi penyebaran Islam ke masyarakat lain.

1)   Perang Badar
Setelah hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah bersama-sama para sahabatnya dan diterima baik oleh orang-orang anshar, Islam telah berkembang, tersebar luas dan diterima oleh banyak kabilah-kabilah arab.  Kekuatan dan ekonomi Madinah telah menjadi kukuh.  Orang-orang arab Quraisy Makkah tidak senang hati dengan kemajuan ini.Perang Badar merupakan perang pertama yang dilalui oleh umat Islam di Madinah. Ia merupakan isyarat betapa mulianya umat Islam yang berpegang teguh pada tali agama Allah.  Kemenangan besar kaum muslimin tidak terletak pada jumlah tentara yang ikut serta tetapi terkandung dalam kekuatan iman yang tertanam disanubari mereka.  Dengan Keyakinan mereka pada Allah yang sangat kukuh itu, Allah telah menurunkan bantuan ibarat air yang mengalir menuju lembah yang curam.  Tidak  ada sesiapa yang dapat menahan betapa besarnya pertolongan Allah terhadap umat yang senantiasa menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya.Perang Badar terjadi pada 7 Ramadhan, dua tahun setelah hijrah. Ini adalah peperangan pertama yang mana kaum Muslim (Muslimin) mendapat kemenangan terhadap kaum Kafir dan merupakan peperangan yang sangat terkenal karena beberapa kejadian yang ajaib terjadi dalam peperangan tersebut. Rasulullah Shallalaahu 'alayhi wa sallam telah memberikan semangat kepada Muslimin untuk menghadang khafilah suku Quraish yang akan kembali ke Mekkah dari Syam. Muslimin keluar dengan 300 lebih tentara tidak ada niat untuk menghadapi khafilah dagang yang hanya terdiri dari 40 lelaki, tidak berniat untuk menyerang tetapi hanya untuk menunjuk kekuatan terhadap mereka.
2)   Perang Uhud
Perang Uhud (Bahasa Arab: غزوة أحد Ġazwat ‘Uud) berlaku pada hari Sabtu, 7 Syawal atau 11 Syawal tahun ketiga hijrah (26 Mac 625 M) antara tentera Islam dengan tentera kafir Quraisy. Perang Uhud adalah pelantar untuk orang Quraisy membalas dendam terhadap kekalahan mereka ketika Perang Badar. Dinamakan Perang Uhud kerana ia berlaku di sebuah tempat yang dikelilingi Bukit Uhud.[3]Pertempuran ini disertai 1,000 orang tentera Islam yang dipimpin oleh Nabi Muhammad s.a.w. menuju ke Uhud tetapi hanya 700 orang sahaja yang berjaya sampai ke medan Uhud. Hal ini kerana di pertengahan jalan seramai 300 orang telah berpatah balik ke Madinah setelah dihasut oleh Abdullah bin Ubai iaitu ketua orang munafiq. Tentera kafir Quraisy seramai 3,000 orang yang diketuai oleh Abu Sufyan ibni Harb.
Strategi Nabi Muhammad
Nabi Muhammad s.a.w. telah menyusun strategi dengan membahagikan tentera kepada tiga pasukan iaitu pasukan kanan dan kiri berhadapan melawan musuh. Manakala pasukan pemanah seramai 50 orang telah ditempatkan di atas bukit Uhud. Semua tentera pemanah tidak dibenarkan meninggalkan tempat masing-masing kecuali dengan arahan baginda sama ada kalah atau menang.



Peta pertempuran, menunjukkan kedudukan dan pergerakan Muslim dan Musyrikin.
Pertempuran bermula dengan perang tanding antara kedua pihak yang dimenangi pihak Muslim. Kedua-dua pasukan tentera kemudian mula bertempur, dengan tentera Muslim berjaya menggoyahkan tentera musyrik Quraisy. Pasukan pemanah Muslim lalu turun dari Bukit Uhud apabila melihat tentera Quraisy lari meninggalkan medan perang. Mereka berebut-rebut mengambil harta rampasan perang yang ditinggalkan sehingga mereka lupa larangan Nabi Muhammad supaya tidak meninggalkan Uhud walau apapun yang berlaku.Namun hanya 14 orang pemanah yang beriman sahaja yang tinggal.Apabila melihat tentera Islam turun dari Bukit Uhud, Khalid bin al-Walid ketua tentera berkuda Quraisy bertindak balas mengelilingi bukit dan melakukan serang hendap dari arah belakang. Dalam serangan tersebut, tentera Islam terkepung dan menjadi lemah kemudian tersebar khabar angin mengatakan Nabi Muhammad s.a.w. telah terbunuh. Keadaan ini menyebabkan tentera Islam menjadi kucar-kacir.Walau bagaimanapun, Nabi Muhammad s.a.w. masih selamat dengan dilindungi beberapa orang sahabat. Dalam keadaan yang sangat genting itu, Ubai bin Khalaf menghampiri Nabi Muhammad untuk membunuh baginda. Nabi Muhammad sendiri mengambil sebatang tombak dan terus merejam leher Ubai bin Khalaf lalu membunuhnya. Beliau adalah satu-satunya orang yang dibunuh oleh Nabi Muhammad s.a.w. sepanjang hayatnya. Beberapa orang sahabat telah terbunuh ketika bertindak melindungi Nabi Muhammad s.a.w. dengan membuat perisai, namun baginda mengalami luka pada muka, bibir , kedua-dua lutut , pipi dan patah giginya ketika terjatuh ke dalam perangkap yang digali oleh Abu Amar Al Rahab.Selepas pertempuran hebat, kebanyakan tentera Muslim berjaya berundur ke Uhud di mana mereka berkumpul semula. Menaiki kuda, pasukan Quraisy gagal mendaki lereng bukit dan kehilangan kelebihan serangan mengejut mereka. Perang ini berakhir apabila Abu Sufyan membuat keputusan tidak mengejar lanjut tentera Muslim, mengisytiharkan kemenangan.

Tentera yang terbunuh

  • Bilangan tentera Islam yang terbunuh dalam peperangan ini kira-kira 70 orang manakala jumlah tentera Quraisy seramai 23 orang.
  • Bapa saudara nabi, Saidina Hamzah bin Abdul Muttalib telah mati terbunuh oleh seorang hamba bernama Wahsyi. Wahsyi telah membaling lembing lalu terkena tulang rusuk Saidina Hamzah.Selepas peperangan, Hindun telah merentap hatinya lalu mengunyahnya kemudian diluahkannya.
  • Nabi Muhammad berasa amat sedih dan memerintahkan agar semua yang mati syahid dikebumikan dengan pakaian yang mereka pakai ketika berperang.
3)   Perang Khandaq (Perang Parit )
            Khandaq berarti Parit. Nama ini digunakan untuk menyebut sebuah perang yang terjadi pada tahun ke-5 setelah Hijrah ke Madinah (Tahun 627 Masehi). Perang Khandaq adalah perang umat Islam melawan pasukan sekutu yang terdiri dari Bangsa Quraisy, Yahudi, dan Gatafan. Perang Khandaq disebut juga Perang Ahzab, yang artinya Perang Gabungan. Muaranya adalah ketidakpuasan beberapa orang Yahudi dari Bani Nadir dan Bani Wa’il akan keputusan Rasulullah SAW yang menempatkan mereka di luar Madinah. Dari Bani Nadir adalah Abdullah bin Sallam bin Abi Huqaiq; Huyayy bin Akhtab; dan Kinanah ar-Rabi bin Abi Huqaiq. Sedangkan dari Bani Wa’il adalah Humazah bin Qais dan Abu Ammar.Peristiwa ini terjadi pada bulan Syawal tahun kelima hijriyah, menurut pendapat yang paling tepat. Karena sebagian ulama berbeda pendapat tentang waktu terjadinya peristiwa besar ini. Ibnu Hazm berpendapat bahwa kejadian ini terjadi pada tahun keempat hijriyah. Sedangkan ulama lainnya seperti Ibnul Qayyim merajihkan bahwa peristiwa ini terjadi tahun kelima hijriyah. (Zadul Ma’ad, 3/269-270)
Awal Mula Peperangan
Di antara sebab peristiwa ini ialah seperti yang diceritakan oleh Ibnul Qayyim (Zadul Ma’ad, 3/270). Beliau mengatakan: Ketika orang-orang Yahudi melihat kemenangan kaum musyrikin atas kaum muslimin pada perang Uhud, dan mengetahui janji Abu Sufyan untuk memerangi muslimin pada tahun depan (sejak peristiwa itu), berangkatlah sejumlah tokoh mereka seperti Sallam bin Abil Huqaiq, Sallam bin Misykam, Kinanah bin Ar-Rabi’, dan lain-lain ke Makkah menjumpai beberapa tokoh kafir Quraisy untuk menghasut mereka agar memerangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan mereka menjamin akan membantu dan mendukung kaum Quraisy dalam rencana itu. Quraisy pun menyambut hasutan itu.
Kekuatan Pasukan Quraisy
Setelah itu, tokoh-tokoh Yahudi tadi menuju Ghathafan dan beberapa kabilah Arab lainnya untuk menghasut mereka. Maka disambutlah hasutan itu oleh mereka yang menerimanya. Kemudian, keluarlah Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan dengan 4.000 personil, diikuti Bani Salim, Bani Asad, Bani Fazarah, Bani Asyja’, dan Bani Murrah.Namun musuh-musuh Allah dari umat Yahudi belum puas terhadap hasil yang dilakukan, setelah mereka mengetahui bahwa Quraisy telah menerima ajakan mereka untuk memerangi Rasulullah SAW dan orang-orang beriman di Madinah, mereka keluar dan pergi ke suku Gothofan dari Qais Gailan, mengajak mereka  untuk memerangi Rasulullah SAW seperti halnya yang mereka lakukan terhadap Quraisy, dan menyatakan bahwa mereka (Yahudi) akan selalu bersama mereka. Mereka tetap tinggal di tempat mereka hingga suku Gotofhan menyetujuinya. Kemudian setelah itu mereka menemui Bani Fazarah dan Bani Murrah, dan berhasil mengajak mereka untuk memerangi Rasulullah SAW dan umat Islam di Madinah.Oleh karena itulah pasukan begitu banyak dan peralatan begitu lengkap, suku Quraisy yang dipimpin oleh Abu Sufyan bin Harb, suku Gotofahn di pimpin oleh Uyaynah bin Hisn bin Hudzaifah bin Badr pada Bani Fazarah, Bani Murrah di pimpin oleh Harits bin Auf, Bani Asyja’ di pimpin oleh Mas’ud bin Rakhilah bin Nuwairah bin Tharif bin Samhah bin Gotofahn. Mereka bergerak dengan jumlah yang banyak dan peralatan yang lengkap untuk satu tujuan; perang melawan Rasulullah SAW. Mereka bersepakat untuk berkumpul di Khaibar, dan jumlah mereka dari berbagai kelompok dan suku adalah 10 ribu pasukan, adapun pucuk pimpinan dalam perang tersebut dipegang oleh Abu Sufyan bin Harb
Strategi Parit dari Sahabat Salman Al-Farisi
Ketika mendengar langkah-langkah yang dilakukan oleh yahudi dan berhasil mengumpulkan pasukan dari berbagai suku Arab, Rasulullah melakukan musyawarah dengan para sahabat untuk menghadapi pasukan yang banyak tersebut. Pada saat itu jumlah umat Islam masih sedikit; hanya sekitar 3 ribu personil, padahal jumlah pasukan musuh telah mencapai 10 ribu personil. Tentunya mereka beranggapan tidak ada daya dan kekuatan untuk menghadapi mereka secara konfrontatif, kecuali dengan membangun benteng sehingga dapat menghalangi langkah musuh. Umat Islam ketika itu berhadapan dengan dua buah pilihan yang sama beratnya. Mereka tidak mungkin menyongsong pasukan lawan karena sama saja bunuh diri. Namun untuk bertahan pun, jumlah mereka terlampau sedikit.Namun Salman Al-Farisi punya ide lain. Beliau berkata: ”Wahai Rasulullah, sewaktu kami di Persia, jika kami diserang, kami membuat parit, alangkah baik jika kita juga membuat Parit sehingga dapat menghalangi dari melakukan serangan”.Secara cepat nabi saw menyutujui pendapat Salman. Maka dari itu, membuat parit menjadi peristiwa pertama yang disaksikan oleh Arab dan umat Islam, karena mereka belum pernah menyaksikan sebelumnya parit sebagai sarana untuk berperang.
Inilah asal muasal nama Perang Khandaq.
4)   Perdamaian Hudaibiyah
Pada tahun ke enam, Rasulullah  berangkat melakukan umrah, mereka segera pergi. Dia keluar bersama seribu empat ratus (1.400) laki-laki tanpa senjata kecuali senjata orang yang musafir, yaitu pedang dalam sarungnya. Para sahabanya menggiring unta. Maka ketika kaum Quraisy mengetahui, mereka mengumpulkan pasukan untuk menghalanginya dari Baitullahil Haram. Rasulullah r melaksanakan shalat khauf, kemudian mendekati kota Makkah, maka tunggangannya beristirahat. Kaum muslimin berkata, ‘al-Qashwa telah kosong. Nabi  bersabda, ‘Ia tidak kosong, sesungguhnya yang menahan ditahan oleh yang menahan tentara gajah. Demi Allah, tidaklah mereka meminta kepadaku pada hari ini
satu garis yang mengandung pengagungan kehormatan Allah, melainkan aku memberikannya kepada mereka. Kemudian Nabi  menghalau untanya, lalu ia berdiri, kemudian kembali hingga singgah di atas satu waduk Hudaibiyah yang sedikit air. Lalu ia mengambil anak panah dari tempat anak panahnya, lalu menancapkan padanya. Maka mengalir air tawar untuk mereka hingga mengambil dengan tangan mereka dari sumur. Budail pulang, lalu mengabarkan kepada
kaum Quraisy, kemudian mereka mengutus ‘Urwah bin Mas’ud, untuk membicarakan masalah itu. Para sahabat Nabi r memperlihatkan kepadanya beberapa perkara yang menunjukkan kebesaran cinta mereka kepadanya  dan ketaatan mereka terhadap perintahnya. Ia pun kembali dan menceritakan kepada kaum Quraisy
dengan apa yang dilihat dan didengarnya. Kemudian mereka mengutus seorang laki-laki dari bani Kinanah yang bernama Hulais bin ‘Alqamah, dan mereka mengutus sesudahnya Mikraz bin Hafsh. Saat dia berbicara dengan Rasulullah , tiba-tiba datang Suhail bin ‘Amr, Nabi bersabda: “ ْﺪَﻗ ﻞِّﻬُﺳ ْﻢُﻜَﻟ ْﻦِﻣ ْﻢُﻛِﺮْﻣَﺃ”. “Telah dimudahkan bagimu dari perkaramu.” Kemudian terjadilah perdamaian di antara kedua golongan, padahal kalau kaum muslimin melawan musuh mereka di saat itu, niscaya mereka bisa menang, akan tetapi mereka ingin menjaga kehormatan Baitullah. Perdamaian tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tidak ada peperangan di antara kedua golongan selama sepuluh tahun.
2. Sebagian mereka saling memberi rasa aman kepada yang lain.
3. Nabi kembali pulang pada tahun ini, dan mereka mengijinkannya  memasuki Makkah pada tahun berikutnya.
 4. Sesungguhnya tidak ada seorang laki- laki yang datang kepada Rasul  dari kaum Quraisy, sekalipun ia beragama Islam, melainkan dia rmengembalikannya kepada mereka, dan mereka tidak mengembalikan kepada Rasul  siapa yang datang kepada mereka dari sisinya .
 5. Barangsiapa yang ingin masuk dalam perjanjian Muhammad  dari selain suku Quraisy niscaya ia masuk padanya, dan barangsiapa yang ingin masuk dalam perjanjian Quraisy niscaya ia masuk padanya.
Kesimpulan perdamaian Hudaibiyah Banyak dari kalangan sahabat yang menentang perdamaian ini dan mereka melihat terdapat kezaliman pada isi perjanjian tersebut dan merugikan kaum muslimin. Akan tetapi mereka merasakan seiring perjalanan waktu adanya kesudahan yang baik dan pengaruh terpuji, di antaranya adalah:
1. Pengakuan kaum Quraisy terhadap keberadaan negara Islam. perjanjian tidak pernah terjadi kecuali di antara dua yang sebanding. Pengakuan ini memberikan pengaruh dalam jiwa kabilah-kabilah yang lain.
2. Masuknya wibawa di hati orang- orang musyrik dan munafik, dan sebagian besar dari mereka yakin dengan kemenangan Islam. Sebagian fenomena itu nampak dengan masuknya sebagian pemimpin Quraisy ke dalam Islam, seperti Khalid bin Walid t dan Amr bin ‘Ash .
3. Perdamaian itu memberikan kesempatan untuk menyebarkan Islam dan mengenalkan manusia dengannya, yang membawa banyaknya kabilah arab yang masuk agama Islam.
 4. Kaum muslimin merasa aman dari ancaman kaum Quraisy, mereka memindahkan perhatian mereka kepada kaum Yahudi dan kabilah- kabilah lainnya yang bersekutu dengan mereka, maka terjadilah perang Khaibar
setelah terjadinya perdamaian Hudaibiyah.
5. Perdamaian itu membuat sekutu- sekutu Quraisy memahami posisi kaum muslimin dan memihak kepadanya. Al- Hulais bin ‘Alqamah saat melihat kaum muslimin membaca talbiyah, ia kembali kepada teman-temannya seraya berkata, ‘Aku melihat unta telah diberi tanda, maka aku berpendapat bahwa mereka tidak boleh dihalangi dari Baitullah.
6. Perdamaian Hudaibiyah memberikan kesempatan kepada Nabi  untuk mempersiapkan perang Muktah, maka ia merupakan langkah baru untuk menyebarkan dakwah Islam dengan cara lain keluar semenanjung Arab. 7. Perdamaian Hudaibiyah membantu Nabi  untuk mengirim surat kepada raja-raja Persia, Romawi, Qibth, mengajak mereka masuk Islam. Perdamaian Hudaibiyah menjadi sebab dan permulaan penaklukan kota Makkah
D. Fathul Makkah Kemenangan Umat Islam
1) Motivasi Fathul Makkah
Fathu makkah artinya pembebasan Mekah dari negeri kufur menjadi negeri Islam. Pada hari itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menolong dan memenangkan tentara-Nya serta memberantas kekafiran (nasrullah wal fathu) sebagaimana dalam surat An-Nashr.Dahulu sebagian sahabat mengeluhkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beratnya siksaan Quraisy terhadap mereka dan memohon keada beliau agar berdoa kepada Allah supaya menyegerakan kemenangan akan tetapi Rasulullah menjawab, “Sungguh agama ini akan jaya akan tetapi kalian terburu-buru”. Rasulullah mentarbiyah sahabatnya dengan pengorbanan dan kesabaran karena buahnya pasti tercapai sekalipun lama. Lihatlah buah dari perjuangan dan kesabaran mereka tercapai setelah 21 tahun dalam berdakwah dan jihad fi sabilillah.

Sebab Terjadinya Fathu Makkah

Telah kita ketahui bahwa dalam perjanjian damai di Hudaibiyah pada tahun ke-6 Hijriah terjadi kesepakatan antara Quraisy dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di antaranya: Gencatan senjata selama 10 tahun dan boleh bagi siapa saja yang hendak bersekutu dengan Nabi Muhammad atau Quraisy. Maka Bani Bakr bergabung dengan Quraisy sedangkan bani Khuza’ah bergabung dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.Kedua belah pihak berada di masa itu dalam keadaan aman dan damai tanpa perang. Akan tetapi, kaum kafir yang menghalalkan segala sesuatu tidak mungkin iltizam (komitmen) dan memelihara perdamaian. Setelah berlalu setahun lebih Bani Bakr bersekutu dengan Quraisy memerangi Bani Khuza’ah sekutu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atas dasar permusuhan masa lampau antara kedua kabilah tersebut. Mereka dibantu oleh Quraisy dengan harta, senjata, dan tentara karena dendam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan demikian, maka mereka telah melanggar perjanjian Hudaibiyah dan mengobarkan api peperangan terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.Bani Khuza’ah segera berangkat ke Madinah meminta pertolongan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau mengabulkan permohonan mereka.
Quraisy Menyesal
Tindakan Quraisy membantu sekutu mereka dalam memerangi sekutu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menujukkan bahwa mereka telah melanggar perdamaian Hudaibiyah dan mereka menyadari akan hal ini. Mereka menyesal dan takut kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan akibat yang akan timbul dari ulah mereka tersebut. Oleh karena itu, mereka segera mengirim Abu Sufyan radhiallahu ‘anhu (yang waktu itu masih kafir, red.) ke Madinah dengan tujuan untuk memperbarahui akad perdamaian damai.Abu Sufyan radhiallahu ‘anhu berangkat menuju ke Madinah untuk memohan maaf kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memperbaiki perdamaian, tetapi sesampainya di Madinah, ia tidak bertemu langsung dengan Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena malu dan keberatan. Abu Sufyan radhiallahu ‘anhu menemui Abu Bakar radhiallahu ‘anhu agar beliau menjadi duta atau perantara dirinya dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu kepada Umar radhiallahu ‘anhu, lalu kepada Ali dan Fatimah radhiallahu ‘anhu, tetapi mereka semua menolak. Sikap para sahabat mulia ini menunjukkan bahwa tidak ada wala’ (loyalitas) dan syafaat buat orang-orang kafir.

Rasulullah Menyiapkan Pasukan

Tibalah saatnya untuk memerangi Quraisy dengan hak, dimana selama ini mereka memerangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabatnya tanpa alasan yang dapat dibenarkan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah para sahabatnya untuk bersiap perang, beliau merahasiakan tujuannya agar Quraisy tidak bersiap perang, hingga umat Islam kepung negeri mereka.Mereka bersiap hinggap terkumpul 10.000 tentara. Tidak ada yang tertinggal seorang pun dari Muhajirin dan Anshar serta kabilah-kabilah yang tinggal di dekat Madinah. Bilangan yang sangat banyak ini menunjukkan betapa besarnya kemenangan Islam selama masa perjanjian Hudaibiyah (yang disebut oleh Allah dalam Surat Al-Fath sebagai hari kemengan) yang baru berlangsung kurang dari dua tahun, betapa banyak yang masuk Islam dalam selang waktu gencatan senjata antara Quraisy dan kaum muslimin. Pada waktu Perang Ahzab tahun ke-5 pasukan sahabat hanya sebanyak 3.000 tentara dan yang ikut di Hudaibiyah pada tahun ke-6 hanya 1400 sahabat. Ini menunjukkan pengaruh positif dakwah Islam tatkala dibiarkan leluasa tanpa dihalangi atau diperangi.Di tengah perjalanan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan tujuannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar menutup semua berita kepada kaum Quraisy sebab beliau menghendaki penduduk Mekah menyerah dengan damai dan tidak menghendaki adanya peperangan terhadap kaumnya di Mekah.
2)   Haji Wada’
Haji Wada’ dikenal juga dengan nama Haji Perpisahan Nabi Muhammad Saw. Beliau mengumumkan niatnya pada 25 Dzulqaidah 10 H atau setahun sebelum beliau wafat. Dari sekian banyak hikmah dari Haji Wada’ ini adalah pesan kemanusiaan yang terungkap dari khutbah beliau.
Persiapan Keberangkatan
Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Jabir ra, ia berkata: “
”Selama 9 tahun tinggal di Madinah Munawwarah, Rasulullah saw belum melaksanakan Haji. Kemudian pada tahun kesepuluh beliau mengumumkan hendak melakukan haji. Maka berduyun-duyun orang datang ke Madinah, semuanya ingin mengikuti Rasulullah saw dan mengamalkan ibadah Haji sebagaimana amalan beliau.” Tahun kesebelas Hijrah, haji pertama Rasulullah dan kaum Muslimin tanpa ada seorang musyrik pun yang ikut didalamnya, Untuk pertama kalinya pula, lebih dari 10.000 orang berkumpul di Madinah dan sekitarnya, menyertai Nabi melakukan perjalanan ke Makkah, dan sekaligus inilah haji terakhir yang dilakukan oleh Rasulullah. Rombongan haji meninggalkan Madinah tanggal 25 Dzulqadah , Rasulullah disertai semua isterinya, menginap satu malam di Dzi Al-Hulaifah, kemudian melakukan Ihram sepanjang Subuh, dan mulai bergerak…
Perjalanan Sampai Di Makkah
Rasulullah saw memasuki kota Mekkah dari bagian atas dari jalan Kada‘ hingga tiba di pintu Banu Syaibah. Ketika melihat Ka‘bah beliau mengucapkan do‘a:
“Ya, Allah tambahkanlah kemuliaan, keagungan, kehormatan, dan kewibawaan kepada rumah ini. Tambahkanlah pula kemuliaan, kehormatan, kewibawaan, keagungan dan kebajikan kepada orang yang mengagungkannya di antara orang-orang yang mengerjakan haji dan umrah.” Rasulullah saw melaksanakan ibadah hajinya seraya mengajarkan manasik dan sunnah-sunnah haji kepada orang-orang yang menunaikan ibadah haji bersamanya.
Khutbah Rasulullah Di Padang Arafah
Di Padang Arafah, segala puji kepada Allah dan shalawat bergema ketika Rasulullah berdiri untuk memulai khutbah.“Wahai umat manusia, dengarkanlah yang akan aku katakan di sini. Mungkin saja setelah tahun ini, aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian di tempat ini, untuk selamanya.” Mendengar ucapan Rasulullah, sebagian pengikutnya terheran-heran, sebagian lagi tertunduk sedih, sebagian lagi terdiam karena penasaran menanti perkataan Rasulullah selanjutnya. Saat berkumpulnya pengikutnya mengitari Rasulullah di Padang Arafah ini, umat Islam kemudian mengenalnya dengan peristiwa wuquf. Jadi, tak heran orang yang menuaikan ibadah wuquf, biasanya terkenang dengan khutbah Rasulullah. Karena Haji Wada’ disebut juga Haji Perpisahan atau Terakhir bagi Rasulullah, kaum Muslim yang berada di Arafah kala itu, begitu seksama mendengar khutbah Rasulullah. Mereka ingin semua pesan yang disampaikan beliau tercerap dalam hati sanubari sebagai bekal di kemudian hari. Apalagi Rasulullah dalam kata sambutan khutbahnya mengingatkan dirinya kemungkinan tak akan bertemu lagi dengan mereka setahun lagi.
Keberangkatan Rasulullah Ke Muzdalifah Dan Mina
Nabi saw tetap tinggal di Arafah hingga terbenam matahari. Pada saat terbenam matahari itu Nabi saw berserta orang-orang yang menyertainya berangkat ke Muzdalifah. Seraya memberikan isyarat dengan tangan kanannya beliau bersabda: “Wahai manusia, harap tenang, harap tenang!“. Kemudian beliau menjama‘ takhir shalat maghrib dan Isya‘ di Muzdalifah kemudian sebelum terbit matahari beliau berangkat ke Mina, lalu melontar Jumratul Aqabah dengan tujuh batu kecil seraya bertakbir di setiap lontaran. Setelah itu beliau pergi ke tempat penyembelihan lalu menyembelih 63 binatang sembelihan (budnah). Kemudian beliau menyerahkan kepada Ali untuk menyembelih sisanya sampai genap 100 sembelihan. Setelah itu beliau naik kendaraannya berangkat ke Ka‘bah (ifadhah) lalu shalat dhuhur di Mekkah, dan pergi mendatangi Banu Abdul Muthalib yang sedang mengambil air Zamzam lalu bersabda:
“Timbalah wahai banu Abdul Muthalib, kalaulah tidak karena orang-orang berebut bersama kalian, niscaya aku menimba bersama kalian.“ Kemudian mereka memberikan setimba air kepadanya dan beliaupun minum darinya. Akhirnya Nabi saw berangkat kembali ke Madinah.
*         
*         

No comments:

Post a Comment