Metode merupakan cara yang dalam fungsinya merupakan
alat untuk mencapai tujuan. Sebagai alat untuk mencapai tujuan tidak selamanya
metode berfungsi secara optimal, oleh karena itu perlu adanya kesesuaian antara
situasi dan kondisi saat proses belajar-mengajar berlangsung.
Dalam pengertian bahasa, kata “metode” berasal dari
bahasa Greek yang terdiri dari “meta” yang berarti “melalui”, dan “hodos” yang
berarti “jalan”. Jadi metode berarti “jalan yang dilalui”.[1]
Sedangkan dalam pengertian istilah, metode diartikan
sebagai “cara” yang mengandung pengertian fleksibel (lentur) sesuai situasi dan
kondisi, dan mengandung implikasi “mempengaruhi” serta saling ketergantungan
antara pendidik dan anak didik.[2]
Menurut pandangan filosofis pendidikan, metode
merupakan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Dimana alat
itu mempunyai dua fungsi ganda, yaitu sebagai berikut:
a.
Bersifat polipragmatis
Artinya metode tersebut mengandung kegunaan yang serba
guna (multipurpose). Misalkan suatu metode tertentu pada situasi dan kondisi
tertentu dapat dipergunakan untuk merusak, pada situasi dan kondisi yang lain
dapat digunakan untuk membangun atau memperbaiki.
b.
Bersifat monopragmatis
Artinya metode yang hanya dipergunakan untuk mencapai
satu macam tujuan saja.[3]
Selanjutnya penulis akan menjelaskan macam-macam
metode yang digunakan dalam pendidikan aqidah akhlak menurut beberapa para
ahli, yaitu sebagai berikut:
Menurut Tadjab, Muhaimin, dan Abd. Mujib metode
pencapaian aqidah dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu:
a.
Doktriner yang bersumberkan dari wahyu Ilahi yang
disampaikan melalui rasul-Nya dan pesan Tuhan tersebut telah diabadikan dalam
satu kitab Al-Qur’an yang secara operasional dijelaskan oleh sabda Nabi-Nya.
b.
Melalui hikmah (filosofik) dimana Tuhan mengarahkan
kebijaksanaan dan kecerdasan berfikir kepada manusia untuk mengenal adanya Tuhan
dengan cara memperhatikan fenomena yang diambil sebagai bukti-bukti adanya
Tuhan melalui perenungan (kontemplasi) yang mendalam.
c.
Melalui metode ilmiah, dengan memperhatikan fenomena
alam sebagai bukti adanya Allah SWT.
d.
Irfani’ah, yaitu metode yang menekankan pada intuisi
dan perasaan hati seseorang setelah melalui upaya suluk (perbuatan yang biasa
dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu).[4]
Sedangkan metode yang dipergunakan dalam pendidikan
akhlak terdapat tiga cara, yaitu:
a.
Metode takholli, yakni mengkosongkan diri dari
sifat-sifat yang tercela dan maksiat lahir-batin.
b.
Metode tahalli, yaitu mengisi diri dengan sifat-sifat
mahmudah (terpuji) secara lahir-batin.
c.
Metode tajalli, yaitu merasa akan keagungan Allah SWT.[5]
Untuk pendidikan moral dan akhlak dalam Islam terdapat
beberapa metode atau cara, antara lain sebagai berikut:
a.
Pendidikan akhlak secara langsung, yaitu dengan cara
mempergunakan petunjuk, tuntunan, nasehat, menyebutkan manfaat dan
bahaya-bahayanya sesuatu, dimana pada siswa dijelaskan hal-hal yang bermanfaat
dan yang tidak, menuntun kepada amal-amal baik, mendorong mereka berbudi
pekerti yang tinggi dan menghindari hal-hal yang tercela.
b.
Pendidikan akhlak secara tidak langsung, yaitu dengan
jalan sugesti seperti mendiktekan sajak-sajak yang mengandung hikmat kepada
anak-anak dengan memberikan nasehat-nasehat dan berita berharga, mencegah
mereka membaca sajak-sajak kosong termasuk yang menggugah soal-soal cinta dan
pelakon-pelakonnya.
c.
Mengambil manfaat dari kecenderungan dan pembawaan
anak-anak dalam rangka pendidikan akhlak.[6]
Demikianlah beberapa metode yang digunakan dalam
pendidikan aqidah akhlak, disamping itu faktor situasi dan kondisi juga harus
diperhatikan sehingga metode dapat efektif dan proses belajar-mengajar dapat
terlaksana dengan baik.
No comments:
Post a Comment